Thursday 10 March 2016

P.O. Kurnia, Tetap Bertahan melawan Tsunami dan GAM



P.O. Kurnia didirikan oleh Buchari Usman dan saat ini dipimpin oleh anaknya bernama Akbar Buchari. Meninggalnya sang ayah memaksa Akbar Buchari harus belajar bisnis otobus sejak berusia 10 tahun.Semua diawali pada 1997, ketika Buchari Usman, menjadi salah satu korban kecelakaan pesawat Garuda Indonesia, GA-152 di Desa Buah Nabar, Kab. Deli Serdang (sekitar 32 km dari Bandara Polonia, Medan)."Mungkin kalau ayah masih hidup, saya sekarang baru lulus S-2 dan baru belajar bisnis. Tapi, kenyataannya tidak seperti itu," ucap sarjana hukum dari Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), Medan, itu.
Saat kecelakaan yang menimpa ayahnya itu terjadi, dia baru berumur sepuluh tahun. PO Kurnia pun untuk sementara berada dalam kendali sang paman. Baru pada 2004, saat duduk di bangku SMA, Akbar bergabung untuk membantu menjalankan bisnis keluarganya itu. Tak langsung mengurusi manajemen perusahaan, dia menjadi mekanik terlebih dulu. Sang ayah berpesan, pengusaha transportasi memang harus mengerti mesin. Sebab, itu adalah inti bisnis tersebut.
Akbar menceritakan, kala itu, sepulang dari sekolah, dia langsung meluncur ke pangkalan bus dan membantu para mekanik. Tugas itu tak dirasakannya sebagai beban. Selain harus menjalankan amanat ayahnya, Akbar suka mengutak-atik mesin karena dikenalkan oleh sang ayah sejak masih balita.Oleh keluarga, Akbar memang disiapkan untuk menggantikan tugas ayahnya sebagai pemimpin perusahaan. Yakni, berperan sebagai pengambil keputusan karena dia anak pertama dari dua bersaudara. Ujian lain yang menerpa adalah kondisi keamanan NAD yang sempat kritis karena terjadi konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan TNI.
Akbar mengatakan, pada medio 2000, perusahaan yang dijalankannya tak luput dari intimidasi sejumlah oknum. Bahkan, banyak bus PO Kurnia yang dibakar. "Ada sekitar 20 bus yang dibakar. Tapi, sampai sekarang tidak jelas siapa yang membakar. Kami hanya tahu itu ulah oknum-oknum yang tidak jelas," ungkapnya. Walau kondisi demikian kritis, sebagian bus yang kondisinya baik tetap melayani rute Medan-Banda Aceh. Ketika provinsi paling barat Indonesia itu dihantam amuk tsunami, PO Kurnia juga tak luput dari bencana.
Akbar mengisahkan, kala tsunami menghunjam Serambi Makkah, sekitar 50 bus di pool Banda Aceh terkena dampaknya. Pagar pool juga terseret arus sampai ke jalan raya.
Di tengah kondisi seperti itu, Akbar harus pintar-pintar memutar otak. Dia harus mengatur anggaran dengan cermat. Bahkan, membangkitkan semangat para kru bus. Karena terdesak keadaan ketika itu, di pool bus sampai dibangun dapur umum. Namun, tsunami justru menjadi semacam blessing in disguise alias berkah tersamar. Sebab, setelah gelombang itu pergi dan kondisi berangsur-angsur normal, bisnisnya semakin terangkat karena banyak orang yang mengunjungi Aceh.
Menurut Akbar, krisis dan ujian yang silih berganti menerpa usahanya adalah sebuah ujian yang harus dilalui. Kerikil-kerikil tajam itulah yang turut membuatnya menjadi pebisnis tangguh. Kini, Akbar tentu tak perlu terlalu bersusah payah memikirkan bisnisnya karena sudah berjalan dengan baik. Hanya ketika kehadirannya dibutuhkan, dirinya turun tangan langsung. Kegiatan di luar bisnis banyak diisi dengan berorganisasi dan memuaskan hobi di bidang olahraga. Akbar tercatat sebagai wakil ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Himpi) Sumut, ketua Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) Pengkot Medan, dan ketua komisi roda empat Ikatan Mobil Indonesia. Akbar juga dikenal sebagai pereli. Sejumlah event reli nasional diikuti driver Mitsubishi Evolution 9 itu.

No comments:

Post a Comment