
Saat kecelakaan yang
menimpa ayahnya itu terjadi, dia baru berumur sepuluh tahun. PO Kurnia pun
untuk sementara berada dalam kendali sang paman. Baru pada 2004, saat duduk di
bangku SMA, Akbar bergabung untuk membantu menjalankan bisnis keluarganya itu.
Tak langsung mengurusi manajemen perusahaan, dia menjadi mekanik terlebih dulu.
Sang ayah berpesan, pengusaha transportasi memang harus mengerti mesin. Sebab,
itu adalah inti bisnis tersebut.
Akbar menceritakan,
kala itu, sepulang dari sekolah, dia langsung meluncur ke pangkalan bus dan
membantu para mekanik. Tugas itu tak dirasakannya sebagai beban. Selain harus
menjalankan amanat ayahnya, Akbar suka mengutak-atik mesin karena dikenalkan
oleh sang ayah sejak masih balita.Oleh keluarga, Akbar memang disiapkan untuk
menggantikan tugas ayahnya sebagai pemimpin perusahaan. Yakni, berperan sebagai
pengambil keputusan karena dia anak pertama dari dua bersaudara. Ujian lain
yang menerpa adalah kondisi keamanan NAD yang sempat kritis karena terjadi
konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan TNI.
Akbar mengatakan, pada
medio 2000, perusahaan yang dijalankannya tak luput dari intimidasi sejumlah
oknum. Bahkan, banyak bus PO Kurnia yang dibakar. "Ada sekitar 20 bus yang
dibakar. Tapi, sampai sekarang tidak jelas siapa yang membakar. Kami hanya tahu
itu ulah oknum-oknum yang tidak jelas," ungkapnya. Walau kondisi demikian
kritis, sebagian bus yang kondisinya baik tetap melayani rute Medan-Banda Aceh.
Ketika provinsi paling barat Indonesia itu dihantam amuk tsunami, PO Kurnia
juga tak luput dari bencana.
Akbar mengisahkan, kala
tsunami menghunjam Serambi Makkah, sekitar 50 bus di pool Banda Aceh terkena
dampaknya. Pagar pool juga terseret arus sampai ke jalan raya.
Di tengah kondisi seperti itu, Akbar harus pintar-pintar memutar otak. Dia harus mengatur anggaran dengan cermat. Bahkan, membangkitkan semangat para kru bus. Karena terdesak keadaan ketika itu, di pool bus sampai dibangun dapur umum. Namun, tsunami justru menjadi semacam blessing in disguise alias berkah tersamar. Sebab, setelah gelombang itu pergi dan kondisi berangsur-angsur normal, bisnisnya semakin terangkat karena banyak orang yang mengunjungi Aceh.
Di tengah kondisi seperti itu, Akbar harus pintar-pintar memutar otak. Dia harus mengatur anggaran dengan cermat. Bahkan, membangkitkan semangat para kru bus. Karena terdesak keadaan ketika itu, di pool bus sampai dibangun dapur umum. Namun, tsunami justru menjadi semacam blessing in disguise alias berkah tersamar. Sebab, setelah gelombang itu pergi dan kondisi berangsur-angsur normal, bisnisnya semakin terangkat karena banyak orang yang mengunjungi Aceh.
Menurut Akbar, krisis
dan ujian yang silih berganti menerpa usahanya adalah sebuah ujian yang harus
dilalui. Kerikil-kerikil tajam itulah yang turut membuatnya menjadi pebisnis
tangguh. Kini, Akbar tentu tak perlu terlalu bersusah payah memikirkan
bisnisnya karena sudah berjalan dengan baik. Hanya ketika kehadirannya
dibutuhkan, dirinya turun tangan langsung. Kegiatan di luar bisnis banyak diisi
dengan berorganisasi dan memuaskan hobi di bidang olahraga. Akbar tercatat
sebagai wakil ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Himpi) Sumut, ketua
Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI) Pengkot Medan, dan ketua komisi roda empat
Ikatan Mobil Indonesia. Akbar juga dikenal sebagai pereli. Sejumlah event reli
nasional diikuti driver Mitsubishi Evolution 9 itu.
No comments:
Post a Comment