Haryanto, adalah nama
pemilik PO. Haryanto. Berawal dari kenekatannya merauntau ke Jakarta dari Kudus
tanpa uang dan pendidikan. Haryanto akhirnya mendaftar sebagai anggota TNI yang
merupakan cita-citanya sedari kecil. Cita-cita Haryanto akhirnya tercapai, pada
tahun 1979 beliau mulai bekerja di kesatuan angkatan udara Kostrad di
Tangerang. Tugas Haryanto di TNI AU adalah sebagai pengemudi, mengangkut
alat-alat berat, meriam, beras dan perminyakan. Waktu itu penghasilannya
sekitar Rp 18.000 per bulan.
Pernikahan Haryanto Pada
tahun 1982, Haryanto memberanikan diri untuk menikah. Namun, gaji belasan ribu
yang diterimanya tiap bulan itu ternyata tak cukup untuk memenuhi semua
kebutuhan hidupnya. Bahkan, rumah sewa berukuran 3 x 4 meter yang beliau huni
bersama dengan istrinya tak mampu ia bayar. "Untuk membayar sewa rumah
saja saya utang," kenangnya seperti dikutip dari fanspage PO. Haryanto
(14/3). Dengan kondisi keuangan yang serba kepepet itulah, justru mempertebal
semangat Haryanto untuk mulai mencari usaha sampingan. Nekat Membuka Usaha
Sampingan Awal membuka usaha, beliau tidak langsung memiliki bus. Di tahun
1984, dengan modal tak lebih Rp. 1 juta dari tabungannya, Haryanto nekat membeli
1 unit angkot Daihatsu, dan beliau pun menyopiri angkotanya sendiri. Waktu itu
rute angkotanya Pasar Anyar-Serpong.Meskipun telah memiliki usaha angkot,
beliau tetap mengabdikan diri sebagai Prajurit TNI AU. Setiap hari beliau
menyopir angkotnya dari jam 15.00-16.00, kemudian bekerja di Kostrad hingga pukul
19.00. Jam 22.00, ia mulai mengemudikan angkotnya lagi hingga dini hari. Bisa dibayangkan
betapa sibuknya beliau saat itu. Meskipun jam tidur berkurang, demi anak dan
istri, beliau harus tetap semangat menjalankan kesibukannya di kala itu.
Berkat ketekunannya
tersebut, tahun-tahun berikutnya, angkot Haryanto berkembang hingga ratusan
unit. Modal untuk membeli angkot juga beliau dapatkan dari hasil kerja sampingannya
yang lain, yaitu sebagai perwakilan bus PO Sumber Urip yang ia tekuni sejak
1990-2000. Meskipun dari bisnis angkotnya beliau bisa mengantongi jutaan rupiah
perhari, namun Haryanto tak mudah berpuas diri. Tahun 1990 ia membuka satu
gerai showroom mobil di Tangerang yang khusus menjual angkot dari beragam
karoseri. Gerai ini tak membutuhkan modal yang banyak, Haryanto hanya
menyiapkan lahan bagi mereka yang ingin menjual angkotnya. Setiap bulan sekitar
20-30 unit mobil berhasil beliau jual.
Di usianya yang ke 43
tahun, sekitar tahun 2002, Haryanto mengajukan surat pengunduran diri dari TNI
AU. Dan sejak pensiun itulah Haryanto mulai sibuk dengan bisnis barunya di
Perusahaan Otobus, yaitu PO Haryanto. Kala itu Haryanto mendapat pinjaman dari
BRI sekitar Rp 3 miliar. Uang itu ia gunakan untuk membeli 6 unit bus, dimana 1
bus harganya Rp 800 juta. Pada tahun 2013 lalu, jumlah karyawan Haryanto
sekitar 500 orang. Haryanto mendidik sopir-sopirnya agar tak ugal-ugalan dan diprotes
penumpang. Walau sudah menjadi juragan bus, Haryanto tetap tidak segan setiap
hari nongkrong di terminal, memeriksa sendiri kondisi bus-busnya sambil mendengarkan
keluhan penumpang.
Sukses berbisnis
trasnportasi, pada tahun 1997 beliau dan orang tua beserta istrinya berangkat
ke tanah suci. Haryanto pun bertekad memberangkatkan para karyawannya ke tanah
suci Mekkah. Akhirnya tekad tersebut berbuah kepada tradisi. Bagi karyawan yang
taat dan tekun beribadah, Haryanto tak segan-segan membagi tiket untuk
beribadah ke tanah suci Mekkah. Ada satu lagi keunikan dari armada po haryanto
yaitu adanya lafazh sholawat dan basmallah yang tertempel di bis, dan bis juga
wajib berhenti untuk sholat. Meskipun pangkat terakhirnya di TNI AU hanya
Kopral, namun berkat ketekunannya menjalankan bisnis transportasi ini,
penghasilan Haryanto pun tak mau kalah dengan seorang jenderal.
No comments:
Post a Comment